Carut Marut Pendidikan
Sebenarnya Arah tujuan pendidikan kita sudah sangat jelas dalam Undang-Undang no 20 Tahun 2003 yaitu, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa tujuannya untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lantas, kenapa begitu sulit tujuan yang mulia itu tercapai. Permasalahan terbesar negeri kita ini adalah proses pembelajaran yang cenderung diprioritaskan kepada keberhasilan pengetahuan atau kognitif saja, tanpa menyentuh kecerdasan psikomotorik dan afektif. Proses yang dikembangkan inilah menjadikan hasil pembelajaran kita tidak menjadi “makna” dan “nilai”. walau sebenarnya tuntutan dari pendidikan kita adalah pencapaian ketiga ranah tersebut.
Kemudian pemerintah mencanangkan pendidikan karakter bangsa, dengan nilai-nilai didalamnya yang mana 18 nilai-nilai karakter bangsa tersebut harus diinternalisasi ke dalam kurikulum pada tingkat satuan pendidikan yaitu termuat dalam silabus dan RPP. Pendidikan karakter bangsa ini diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi pada diri peserta didik. Namun, kenyataannya bahwa pendidikan karakter belum maksimal disosialisasikan, dan kebanyakan hanya pada tataran teori saja belum kepada tataran aplikatif, Lihat saja kebanyakan para pendidik kita belum mengerti untuk apa dimasukkan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus dan RPP, dan bagaimana proses hasil pencapaiannya.
Banyak yang tidak memahami secara mendalam, asumsi penulis bahwa internasilasi nilai-nilai karakter bangsa pada proses pembelajaran, hanya sebatas peneraan di atas kertas saja atau sebagai pelengkap administrasi, sedangkan proses pembelajaran akan kembali seperti kebiasaan semula yaitu meningkatnya keberhasilan pada satu ranah yaitu pada ranah kognitif. Semua nampaknya menjadi kabur, karena disebabkan tidak ada tindak lanjut dari program yang telah dirancang dan dicanangkan secara apik oleh penentu kebijakan tersebut. Semestinya program itu harus terus dijalankan secara berkesinambungan yang pada akhirnya dapat dievaluasi dan dijadikan acuan kedepan dalam penyelenggaraan proses pendidikan sehingga tidak terkesan menjadi “proyek” saja.
Belum tuntas ketidaktahuan guru-guru tentang pendidikan karakter, sudah kembali program pendidikan anti korupsi digulirkan oleh pemerintah. Hal ini memunculkan paradigma-paradigma yang bermacam-macam di kalangan para masyarakat terutama para pendidik sebagai agen pembelajaran dan lebih jauh merambah kepada para lulusan-lulusan yang kurang berkualitas. Tentunya hal ini juga berpengaruh kepada pendidikan kita saat ini baik dikabupaten kota, provinsi sampai kepada bangsa Indonesia. Sudah semestinya dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, bahwa kita harus kembali fokus dalam mengelola pendidikan khususnya di bumi serumpun sebalai ini.
Secara sederhana, fokus pendidikan kita ada tiga yaitu Pertama, membangun pengetahuan (kognitif), dimana melalui pendidikan di negeri ini mampu untuk menciptakan lulusan-lulusan yang memiliki pengetahuan (sain dan teknologi) yang siap untuk bersaing dalam menghadapi era global. Keberhasilan negeri ini dalam membangun pengetahuan cukup berhasil, indikatornya anak didik kita memperolah juara olimpiade sain, matematika, lomba robot, dan mampu lulus ujian dengan nilai 10. Kedua, membangun keterampilan (skill), dimana melalui jalur pendidikan diharapkan mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki kemampuan yang handal di bidangnya.
Untuk itu pemerintah kita menggalakkan peserta didik untuk masuk sekolah kejuruan (SMK) sehingga diharapkan lulusan mampu berkembang dan bersaing di dunia kerja sesuai dengan keahliannya. Ketiga adalah membangun karakter, hal ini yang sampai hari ini masih menjadi PR kita bersama, yang sejatinya pendidikan karakter diharapkan mampu melahirkan lulusan-lulusan yang berilmu, kokoh secara idiologi dan juga mempunyai kesantunan.
Dari ketiga fokus pendidikan di atas, sudah seharusnya seluruh lingkungan masyarakat, mulai dari, orang tua, pendidik, pemerintah, dan masyarakat bersinergi satu dengan yang lainnya, tanpa melemparkan tanggungjawab kepada salah satu dari lingkungan masyarakat itu. Dengan bersinerginya setiap unsur di atas, kemungkinan sangat mudah manata kembali pendidikan yang telah lama carut marut ini. Nampaknya ini harapan kita semua agar pendidikan di negeri ini benar-benar mampu dan konsisten dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia.
KARTIKA
SARI M.Pd.I
(Guru
SMA Muhammadiyah Pangkalpinang dan Dosen STKIP MBB)
1 komentar:
Bagaimana tidak carut marut pendidikan di Indonesia ini, semua teori dari pakar pendidikan selalu di uji dan diterapkan ke lembaga sekolah yang ada, setiap tahun kurikulum selalu berubah, yang satu belum tuntas, datang yang satu lagi. pendidikan di Indonesia belum punya karakter yang baik dan tepat... cube ikak pikir.